-->

Gampong Lueng Bimba Kemukiman Kuta Simpang - PIDIE JAYA

Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

31 Januari 2016

TEUKU MARKAM "Penyumbang Emas Monas di Indonesia yang DILUPAKAN"

Tidak ada komentar :


Orang Jakarta pasti tak asing lagi kalau mendengar kata Monas apalagi dengan pucuknya yang dilapisi dengan emas dan sudah menjadi lambang Kota Jakarta.
Oleh karena itu pernahkah terbesit di benak kalian, siapa yang menyumbang emas yang ada di Monumen Nasional atau sering dikenal sebagai Monas? Mungkin sebagian dari kalian berfikir kalau emas yang ada di ujung Monas itu adalah hasil patungan dari berbagai saudagar-saudagar kaya, pinjaman luar negeri, atau dari harta rampasan perang?
Jika kalian pernah berfikir seperti itu, tentu kalian ragu. Memang, emas yang ada di atas Monumen Nasional itu adalah hasil dari sumbangan dari berbagai saudagar kaya yang ada di Indonesia pada saat itu. Namun, sebagian besar emas yang ada di Monas, adalah hasil dari sumbangan saudagar Aceh yang bernama Teuku Markam.
Ia menyumbang 28 dari 38 kilogram emas yang ada di Monas. Ia adalah salah satu orang terkaya pada zaman pemerintahan Soekarno
Ia menyumbang 28 dari 38 kilogram emas yang ada di Monas. Ia adalah salah satu orang terkaya pada zaman pemerintahan Soekarno. Sebenarnya masih banyak sumbangsih yang Teuku Markam persembahkan untuk negeri kita tercinta ini. Diantaranya, membebaskan lahan Senayang untuk dijadikan sebagai pusat olahraga terbesar di Indonesia.
Selain itu beliau juga memberikan dana kepada pemerintah orba untuk membangun jalan Banda Aceh-Medan, insfrastruktur di Aceh dan di Jawa Barat, serta pembangunan jalan-jalan yang ada di Jawa Barat.

Siapakah Teuku Markam sebenarnya?
Ia adalah saudagar Aceh yang lahir pada tahun 1925. Ayahnya Teuku Marhaban berasal dari kampung Seuneudon dan Alue Capli, Panton Labu Aceh Utara.
Teuku Markam sudah menjadi yatim piatu ketika ia berusia 9 tahun. Lalu ia diasuh oleh kakanya yang bernama Cut Nyak Putroe. Ia sempat bersekolah sampai kelas 4 Sekolah Rakyat (SR).
Teuku Markam kemudian tumbuh menjadi pemuda yang mengikuti pendidikan wajib militer di Kutaraja yang sekarang bernama Banda Aceh. Selama bertugas di Sumatra Utara, Teuku Markam aktif di berbagai lapangan pertempuran.
Bahkan ia ikut mendamaikan pertengkaran antara pasukan Simbolon dengan pasukan Manaf Lubis. Sebagai prajurit penghubung,beliau diutus oleh Panglima Jenderal Bejo ke Jakarta untuk bertemu pimpinan pemerintah. Oleh pimpinan, Teuku Markam diutus lagi ke Bandung untuk menjadi ajudan Jenderal Gatot Soebroto.
Tugas itu diembannya sampai Gatot Soebroto meninggal dunia. Tahun 1957, Teuku Markam berpangkat kapten. Ia kembali ke Banda Aceh dan mendirikan sebuah lembaga usaha yang bernama PT Karkam.
Namun perjalanannya di Aceh tidak semulus yang ia duga. Di sana ia sempat bentrok dengan Teuku Hamzah (Panglima Kodam Iskandar Muda) karena disiriki oleh orang lain. Akibatnya beliau ditahan dan baru keluar tahun 1958. Petentangan Teuku Markam dengan Teuku Hamzah kemudian berhasil didamaikan.
Lalu perusahaan PT. Karkam dipercaya oleh pemerintah RI mengelola rampasan perang untuk dijadikan dana revolusi. Selanjutnya Teuku Markam benar-benar berhenti menjadi tentara, kemudia ia melanjutkan karirnya dengan menggeluti usaha dengan sejumlah aset berupa kapal dan beberapa dok kapal di Palembang, Medan, Jakarta, Makassar, Surabaya.
Bisnisnya semakin luas karena ia juga terjun dalam ekspor-impor dengan sejumlah Negara. Antara lain mengimpor mobil Toyota Hardtop dari Jepang, besi beton, plat baja, bahkan sempat mengimpor senjata atas persetujuan DEPHANKAM dan presiden.
Komitmennya untuk membantu pemerintah adalah untuk mendukung pembebasan Irian Barat serta pemberantasan buta huruf yang waktu itu digenjot habis-habisan oleh Soekarno. Peran Teuku Markam dalam menyukseskan KTT Asia Afrika tidak sedikit.
Beliau termasuk salah satu konglomerat Indonesia yang dikenal dekat dengan pemerintahan Soekarno dan sejumlah pejabat lain. Berkat bantuan para konglomerat itulah KTT Asia Afrika berhasil memerdekakan Negara-negara yang ada di Asia dan Afrika.
Namun sejarah kemudian berbalik. Peran dan sumbangan Teuku Markam dalam membangun perekonomian Indonesia seakan menjadi tak ada artinya di mata pemerintahan Soeharto.
Namun sejarah kemudian berbalik. Peran dan sumbangan Teuku Markam dalam membangun perekonomian Indonesia seakan menjadi tak ada artinya di mata pemerintahan Soeharto.
Dengan sepihak ia difitnah sebagail PKI dan dituding sebagai koruptor dan Soekarnoisme. Akibat tuduhan itu ia dipenjarakan pada tahun 1966. Ia dijebloskan ke dalam sel tanpa ada proses pengadilan. Pertama-tama ia dimasukkan ke tahanan Budi Utomo, lalu dipindahkan ke Guntur, selanjutnya berpindah ke penjara Salemba di Jalan Percetakan Negara. Tak lama ia dipindahkan lagi ke tahanan Cipinang, lalu terakhir ia dipindah lagi ke tahanan Nirbaya di Pondok Gede Jakarta Timur.
Pada tahun 1972 ia jatuh sakit dan terpaksa dirawat di RSPAD Gatot Soebroto selama kurang lebih dua tahun. Tak hanya di situ. Pemerintah orde baru juga merampas hak milik PT. Karkam dan merubahnya menjadi atas nama pemerintah.
Itulah kisah sedih si penyumbang emas. Banyak seumbangsih yang dia beri kepada pemerintah Indoensia, tetapi sama sekali tidak diharga. Malah Teuku Markam hidup sengsara di hari tuanya. Itulah perangai buruk pemimpin yang ada di zaman orba. sehabis dipakai, pelepahpun dibuang.
Begitulah kata yang cocok untuk menggambarkan peran seorang Teuku Markam di ranah perjuangan Indonesia. Banyak orang yang masih belum mengenal beliau, tetapi sumbangsihnya banyak orang yang tahu. Disini kami hanya ingin sekedar berbagi, dan menyadarkan semua orang, kalau masih banyak orang-orang yang telah berjasa bagi negeri ini, tapi mereka sama sekali tidak dihargai jasanya oleh pemerintah.
Sungguh suatu kebobrokan yang sengat keji! Jadi jangan salah kalau daerah-daerah yang ada di pinggiran negeri meminta untuk merdeka. Karena mereka tidak merasa merdeka. Sebaliknya mereka merasa dijajah oleh bangsa sendiri.
SUMBER (voa-islam.com)

05 Juni 2014

ACEH ABAD 16 MASEHI

Tidak ada komentar :


Kerajaan Aceh Darussalam

Dunia mengakui politik-ekonomi Aceh hebat pada abad 15 dan 16 Masehi. Cina yang terkenal dengan siasat dagangnya dan telah berhasil menguasai perekonomian sejumlah bangsa di dunia, tak berdaya saat berhadapan dengan Aceh.

Di sekitar abad ke-15 Masehi, Cina berhasil menguasai kawasan nusantara dan kerajaan diwajibkan membayar upeti (pajak) kepada mereka. “Tapi, Cina tidak pernah berhasil menaklukkan Aceh". Tak berdaya, Cina yang menggalang misi dagang untuk menguasai perekonomian Aceh, karena poltik ekonomi yang dijalankan Aceh saat itu tergolong licik. Bangsa Aceh dulu juga dikenal punya siasat dagang tinggi, serupa Cina. Saudagar Aceh, menggirim produk alam yang merambah hingga ke pasar benua Eropa dan Amerika.
Dunia telah mengaduk kehidupan dalam sebuah blender waktu sehingga segala zaman nyaris tak dapat diidentifikasi jika peristiwa-peristiwa dalam kehidupan pribadi, keluarga, komunitas, kaum, suku dan bangsa baik dalam konteks sektoral, wilayah, daerah atau global tidak dicatat.

Catatan adalah sebuah penandaan yang bercerita. Bisa melalui tulisan di kertas, buku atau ukiran di batu, juga bisa berupa produk seni dan kebudayaan yang berwujud material seperti karya pahatan, bangunan tinggal atau rumah publik dan alat-alat yang digunakan untuk memudahkan kehidupan sehari-hari serta lain sebagainya.

Dunia telah mengaduk kehidupan dalam sebuah molen masa sehingga usia semesta nyaris tak dapat dihitung jika tak ada catatan atau produk material budaya semasa sebagai bukti untuk menentukan angka-angka buat tahun zaman dan era waktu atau untuk kepentingan referensi lainnya.

Dari pembagian perjalanan ketatkalaan, di situ manusia membaca estafet perubahan dan warna perkembangan untuk disarikan dalam sebuah inovasi melalui pergumulan olah pikir terkini. Orang bijak bilang, sejarah bukan untuk dihafal, tapi untuk diinterpretasi agar hakikat-hakikat tersembunyi bisa tergali.

“Intinya, manusia belajar dari masa lalu,” kata Said Safwatullah, SH., Staf Advokasi Pos Bantuan Hukum Hak Azasi Manusia (PB-HAM) Pidie kepada Harian Aceh di Sigli. “Aceh yang penuh semangat penghargaan atas hak-hak privasi dan azasi orang lain pada hari ini, adalah Aceh yang belajar dari sejarah penistaan hak-hak privasi dan azasi oleh kegairahan kolonialisme Belanda pada zaman dahulu dan semangat sentralistik Jakarta pada masa kemarin itu.”

Sehubungan dengan hari Sabtu, 26 Maret 2011 sebagai sebuah penanda interval 138 tahun peristiwa deklarasi perang Belanda terhadap Aceh (1873-1914), Safwatullah mengatakan, peperangan timbul karena kelemahan satu pihak. Tak ada perang bagi dua kekuatan yang seimbang. Dalam perseteruan nilai-nilai kompetisi yang sama kuat, maka di situ hanya ada kolaborasi atau koalisi.

Kemudian lanjut pemuda berusia 33 tahun asal Gampong Meunasah Babah Jurong, Kembang Tanjong, Pidie, itu seandainya pada abad delapan belas Aceh masih sewibawa abad 16 M, jangankan datang untuk memerangi, bermimpi untuk injak kaki pun Belanda takkan berani di tanah Indatu.

Kenapa saat itu mereka berani memerangi Aceh? “Itu karena mereka tahu kita akan kalah. Dan prediksi itu memang benar meski dengan biaya perang yang nyaris membangkrutkan Netherland sekalipun,” ulas Said. Sudah menjadi langgam kebiasaan dalam dunia perseteruan manusia, bahwa perang selalu dimenangkan oleh perancangnya.

Hendaknya Aceh hari ini dan ke depan adalah bukan lagi Aceh yang lemah. Untuk menghindari perang, Aceh harus kuat; dalam segala lini. Dan kekuatan yang paling utama adalah berangkat dari penyatuan. Dan penyatuan hanya akan ada dalam sebuah bangsa di mana setiap komunitas dan individu saling menghargai komunitas dan individu lainnya setinggi penghargaan atas diri sendiri.

“Dan semua bentuk penyatuan serta kesatuan adalah berangkat dari semangat penghargaan kita akan Hak Azasi orang lain (HAM), terutama HAM dalam perspeksi Islamiah,” pungkas Said.